Rabu, 15 April 2009

Pernyataan sikap Partai Politik dan Tokoh Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009.


Mencermati perkembangan politik sebelum,saat, dan pasca Pemilu Legislatif 9 April 2009, dapat dilaporkan sebagai berikut :

  • Pelaksanaan pemilu Legislatif 9 April 2009 adalah Pemilu terburuk sejak Revormasi, Pemilu sangat jauh dari pemilu yang jujur , bermartabat, adil dan demokratis. Daftar pemilih tetap (DPT ) bermaslah telah mengakibatkan jutaan warga kehilangan hak konstitusi untuk memilih wakil rakyatnya. hak milih adalah hak asasi manusia yang di jamin oleh UUD 1945, pengabdian terhadap hak milih berarti melanggar konstitusi
  • Pelaksanaan pemilu legislatif telah di warnai banyak kecurangan dan kesalahan administrasi serta subtansi yang sistematik sehingga mengakibatkan buruknya kualitas pemilu. pemerintah, KPU, maupun KPUD telah bersikap tidak netral dalam pelaksanaan pemilu legislatif. Mendesak aparat yang berwenang untuk menindak intervensi perangkat penyelenggara pemilu yang bekerja untuk kepentingan partai politik atau kelompk tertentu.
  • Mendesak KPU, Bawaslu, dan Pemerintah menindak lanjuti semua laporan kecurangan pemilu dan menegakan hukum terhadap pelanggaran/ kecurangan yang terjadi. KPU menjamin adanya hak konstitusi warga negara untik memilih, khususnya bagi mereka yang tercabut hak haknya, DPT harus di perbaiki setiap warga negara memiliki hak untuk memili
Pernyatan sikap ketua parpol dan tokoh masyarakat di hadiri oleh :
  1. Megawati Soekarno Putri
  2. Wiranto
  3. KH. Abdul Rahman Wahid
  4. Rizal Ramli
  5. Prabowo subianto
  6. Ferry B regar ( PDS )
  7. Sutiyoso Yusril Iza Mahendra
  8. Totok Daryanto
  9. Syahrir MS dll

Minggu, 05 April 2009

sistem pemerintahan indonesia mau di bawa kemana..?

Sistem presidensiil (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif. Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu: Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait, Presiden dengan Dewan Perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan, dan tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.

Sistem presidensiil (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif. Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu: Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait, Presiden dengan Dewan Perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan, dan tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif. Dalam sistem presidensiil, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Tetapi perkembangan sekarang di era reformasi yang menuntut reformasi yang segera di dunia birokrasi, daerah kekuasaan Presiden, berarti Majelis Permusyawaratan dan Dewan Rakyat ikut campur juga di situ. Ini berarti ada corak parlementer yang bercampur. Mengacu kepada definisi, sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer, presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja. Ada hal yang selalu terlupakan, baik dalam presidensial maupun parlementer, yaitu tentang partisipasi, karena memang dalam sistem demokrasi kekuasaan berada ditangan rakyat. Sistem demokrasi AS, tingkat partisipasi politik rakyatnya dalam pemilu hanya berkisar 50% dari total penduduk yang memiliki hak pilih, kecuali pemilu terakhir ini karena ada situasi khusus. Berbeda pula dengan Kuba, sebuah negara sosialis yang menganut demokrasi lansung, keterlibatan rakyat dalam setiap pemilu selalu berada diatas 95%. Tingginya partisipasi politik rakyat dalam pemilu disebabkan oleh partisipasi politik dan keterlibatan lansung rakyat dalam memilih wakil-wakilnya, mengontrol, mengganti), memberikan masukan, dan terlibat dalam memutuskan kebijakan.
Cile, ”negeri kurus” di benua Amerika latin itu disebut-sebut sebagai satu-satunya negara di dunia yang berhasil mencapai kestabilan demokrasi dengan mengusung sistem presidensil dan multipartai sekaligus. Setidaknya, itulah kajian seorang profesor Universitas Notre Dame, Indiana,Amerika Serikat (AS), Scott Mainwaring. Dalam kajiannya,Mainwaring menyatakan bahwa perpaduan sistem presidensil, multipartai, dan demokrasi adalah kolaborasi yang sulit. ”Sistem presidensil,dengan demokrasi multipartai adalah lebih sulit dari yang kita bayangkan ketimbang demokrasi hanya dua partai,” kata Mainwaring dalam papernya, Presdientialism, Multiparty Systems, and Democracy: The Difficult Equation. Multipartai yang dianut Cile sejatinya tidak berjalan mulus.
Terbukti pada penyelenggaraan pemilu 1961–1973, sistem multipartai Cile dianggap gagal. Hasilnya, melahirkan kediktatoran Augusto Pinochet yang berkuasa sejak 1973 hingga 1990. Setelah Pinochet turun tahta, pemilu demokratis pada 11 Desember 2005 digelar. Ini merupakan pemilu nasional keempat sejak pemulihan demokrasi pada 1990. Koalisi Concertacion muncul dari oposisi yang selama ini menentang kediktatoran Pinochet.

Era reformasi

Ketika reformasi bergulir pada 1998, multipartai kembali menyeruak. Pengamat Politik Universitas Paramadina Bima Arya menyatakan lebih mendukung diberlakukannya sistem presidensil dengan multipartai sederhana, sebab lebih dibutuhkan negeri ini. Perjalanan sistem ultramultipartai sudah menunjukkan penyelenggaraan pemerintahan menjadi terkesan lambat dan tidak efektif.
Tetapi, sejumlah pakar lain justru beranggapan sebaliknya. Sistem presidensil dan multipartai cocok untuk digabungkan. Maka, dalam pelaksanaannya tidak akan menemui masalah. Jika harus dilakukan lobilobi politik dalam implementasi kebijakan, itu lebih sebagai bentuk demokrasi.
Sebab, setiap kebijakan pemerintah haruslah dikomunikasikan dengan partai yang secara hakikat memang representasi dari suara rakyat. Setidaknya,perlu ada jalan tengah untuk mengatasi hal ini. Artinya, perlu satu sistem yang layak untuk menyeimbangkan peranan eksekutif dan legislatif.Sebab,peran eksekutif yang terlalu dominan rawan munculnya pemerintahan otoriter dan diktator.

Sebaliknya, peran legislatif yang berlebihan rawan konflik dan membuat jalannya pemerintahan tidak stabil. Ada juga asumsi yang menyebutkan munculnya banyak partai menunjukkan antusiasme partisipasi politik masyarakat. Di samping itu, rakyat sudah jenuh dengan eksistensi partai-partai yang ada sehingga perlu saluran aspirasi yang baru.Tapi, tidak bisa dinafikan bahwa kehadiran partai politik lebih bertujuan meraih kursi kekuasaan. Hal ini dibuktikan dengan hasil jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia (2008) yang menyebutkan bahwa kepercayaan publik terhadap partai politik semakin rendah. Parpol dinilai hanya berpikir pragmatis, ingin menunjukkan sentralisme kekuasaan.Dampaknya, demokrasi hanya diukur secara seremoni lewat pemilu. Untuk itu, reformasi konstitusi atau institusi partai politik bisa dipertimbangkan, baik melalui pergeseran dari sistem presidensil menjadi semi presidensil ataupun bahkan sistem parlementer, termasuk mengurangi jumlah partai politik. Untuk mewujudkannya bukanlah pekerjaan mudah. Dipastikan terjadi benturan kepentingan.

Selain itu,fenomena makin tingginya angka golongan putih (golput) menunjukkan bahwa sudah saatnya parpol introspeksi diri.Artinya, kendaraan politik itu tidak lagi hanya berpikir tentang bagaimana meraih kekuasaan belaka, tetapi lebih dari itu, menjalankan misi untuk memberikan pendidikan politik bagi rakyat. Hal inilah yang masih jauh panggang dari api. Dalam sebuah acara Acara Today's rangkaian kerjasama Metro TV dan ITB Bandung, Dialog yang terjadi diantara narasumber menggambarkan bahwa sistem presidensial di Indonesia memang belum murni. Sistem multipartai membuat dukungan di DPR menyebar sehingga harus membentuk koalisi Fadel Muhammad yang menjabat sebagai Gubernur Gorontalo sejak 2006, menyatakan bahwa konstitusi yang mengatur sistem dapat diubah. Fadel menekankan pula Indonesia memang menganut sistem semi-presidensial. Kabinet harus terdiri dari orang-orang yang memiliki track record di bidangnya dari tiap partai. Jika tidak ada yang memenuhi dari salah satu partai, dapat diambil perwakilan dari partai lain yang sesuai persyaratan.

Terjadi pergeseran

Walaupun hasil amandemen konstitusi UUD 1945 memperkuat sistem presidensial, tetapi dalam implementasinya terjadi pergeseran hingga sedikit menyentuh praktik sistem parlementer.
Demikian salah satu pemikiran yang muncul dalam diskusi "Quo Vadis Sistem Politik Indonesia: Antara Presidensial dan Parlementarisme" di Media Lounge DPP Golkar di Slipi Jakarta Barat beberapa waktu lalu. Agung Laksono menegaskan, sistem pemerintahan yang diterapkan Indonesia sudah sesuai konstitusi, yaitu presidensial. Namun, implementasinya dengan "catatan" dimana untuk keputusan tertentu pemerintah mengikutkan DPR. Syamsul Muarif mengemukakan, implementasi sistem presidensial diwarnai dengan intervensi DPR. Menurut Syamsul, adanya pergeseran implementasi sistem presidensial itu terkait dengan fragmentasi politik yang multipartai. Padahal sistem presidensial sebenarnya tidak tepat diterapkan di negara yang multipartai. Hal itu menyebabkan adanya kompromi-kompromi politik agar pemerintahan bisa bekerja. tanpa melakukan kompromi dengan partai-partai politik, sulit bagi pemerintah untuk melakukan programnya. Sementara Denny Indrayana, staf khusus presiden di bidang hukum tak sependapat bila adanya pergeseran implementasi sistem presidensial karena "kekacauan" hasil amandemen. Pergeseran itu sebaiknya dikoreksi. Sistem tidak perlu diubah. Lebih lanjut menurut Denny, koalisi yang terjadi haruslah efektif; ada kerjasama antara presiden, partai politik, dan parlemen. Rakyat seharusnya memilih partai yang mendukung presiden yang akan ia pilih nanti, agar tidak terjadi pertentangan. Koalisi yang ada mungkin dapat berubah menjadi oposisi, tapi tidak tertutup kemungkinan terbentuknya koalisi yang permanen. "Benahi kekurangan, maksimalkan kelebihan, pertahankan sistem," ujar Denny. Tiga kunci efektifitas pemerintahan menurut beliau adalah integritas, kapasitas, dan akseptabilitas. Sistem haruslah benar dan para pemilih harus cerdas.

Kamis, 02 April 2009

Slank Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Slank

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Slank
Asal
Jakarta - Indonesia
Tahun aktif 1983 - sekarang
Aliran Rock
Label Slank Records
Manajemen
Personil Bimbim
Kaka
Ridho
Ivanka
Abdee Negara
Mantan personil Bongky (bass)
Parlin Burman/Pay
Indra Q
Renold
Situs web www.slank.com

Slank adalah sebuah grup musik terkenal di Indonesia. Dibentuk oleh Bimbim pada 26 Desember 1983 karena bosan bermain musik menjadi cover band dan punya keinginan yang kuat untuk mencipta lagu sendiri.


Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Awal Karir

Cikal bakal lahirnya Slank adalah sebuah grup bernama Cikini Stones Complex (CSC) bentukan Bimo Setiawan Sidharta (Bimbim) pada awal tahun 80-an. Band ini hanya memainkan lagu-lagu Rolling Stones dan tak mau memainkan lagu dari band lain, alhasil mereka akhirnya jenuh dan menjelang akhir tahun 1983 grup ini dibubarkan.[1]

Bimbim meneruskan semangat bermusik mereka dengan kedua saudaranya Denny dan Erwan membentuk Red Evil yang kemudian berganti nama jadi Slank[2], sebuah nama yang diambil begitu saja dari cemoohan orang yang sering menyebut mereka cowok selengean[1] dengan personel tambahan Bongky (gitar) dan Kiki (gitar). Kediaman Bimbim di Jl. Potlot 14 jadi markas besar mereka.

Mereka sempat tampil di beberapa pentas dengan membawakan lagu-lagu sendiri sebelum Erwan memutuskan mundur karena merasa tidak punya harapan di Slank.[1] Dengan perjuangan panjang terbentuklah formasi ke-13, Bimbim, Kaka, Bongky, Pay dan Indra, Slank baru solid.[2]

Dengan formasi Bimbim (Drum), Bongky (Bass), Pay (Gitar), Kaka (Vokal) dan Indra (Keyboard) mereka mulai membuat demo untuk ditawarkan ke perusahaan rekaman.[1]

Setelah berulang kali ditolak, akhirnya tahun 1990 demonya diterima dan mulai rekaman debut album Suit-Suit... He He He (Gadis Sexy). Album yang menampilkan hit Memang dan Maafkan itu meledak dipasaran sehingga mereka pun diganjar BASF Award untuk kategori pendatang baru terbaik. Album kedua mereka, Kampungan pun meraih sukses yang sama. [1]

Pada saat menggarap album keenam (Lagi Sedih), Bimbim selaku leader akhirnya memutuskan untuk memecat Bongky, Pay dan Indra.[1] Kaka dan Bimbim tetap menggarap album ke-6 dengan bantuan additional player[2].

Sebagai gantinya mereka merekrut Ivanka (Bass), Mohamad Ridho Hafiedz (Ridho) dan Abdee Negara (Abdee). Formasi ini bertahan hingga saat ini dan mereka terus melahirkan karya-karya yang menegaskan eksistensi mereka di dunia musik Indonesia.[1]

[sunting] Narkoba

Terbujuk rayuan teman di Bali 14 tahun lalu, Bimbim—penabuh drum grup musik Slank—dan keponakannya, Kaka—vokalis Slank—pun mencecapi ”obat langit” yang membuat pemakainya melayang-layang dan ketagihan.

Waktu pertama kali mencoba (1994), mereka bilang badan jadi tidak enak. Muntah-muntah. Enek. Tapi kok besok paginya mencari lagi? Itulah putau, sekali pakai orang langsung ketagihan. Maka berlanjutlah ia memakai putau.

Semenjak memakai jenis narkoba ini, Bimbim yang biasanya pendiam, rapi, tak suka teriak-teriak, tiba-tiba berubah. Demikian juga Kaka.

Banyak pengalaman pahit, dari sejak mereka pakai (1994) sampai tahun 1999. Pengalaman di Lubuk Linggau (1998) juga tak terlupakan. Mereka ”kehabisan barang”, sakau. Tidak ada orang jual barang seperti itu di Lubuk Linggau. Bimbim sampai tidak bisa bangun, di kamar. Padahal mereka masih harus melayani wartawan, wawancara. Tinggal Kaka, yang badannya lebih kuat, melayani wartawan, meski dengan susah payah. [3]

Slank membantah anggapan bahwa dengan mengkonsumsi Narkoba seorang seniman bisa lebih kreatif, justru sebaliknya, tanpa menggunakan barang haram tersebut mereka terbukti bisa menghasilkan karya-karya bagus. [4]

"Saat membikin album pertama hingga ketiga, kami belum memakai Narkoba, tapi album itu terbukti paling bagus. Jadi, tanpa Narkoba kami bisa menghasilkan karya yang bagus. Setelah album ketiga, kami menjadi pengguna," ujar Kaka. [4]

[sunting] Diskografi

[sunting] Album Studio

  1. 1990 - Suit-Suit....Hehehe (Gadis Sexy)
  2. 1991 - Kampungan
  3. 1993 - Piss
  4. 1995 - Generasi Biru
  5. 1996 - Minoritas
  6. 1996 - Lagi Sedih
  7. 1997 - Tujuh
  8. 1998 - Mata Hati Reformasi
  9. 1999 - 999+09
  10. 2001 - Virus
  11. 2003 - Satu Satu
  12. 2005 - PLUR
  13. 2006 - Slankissme
  14. 2007 - Slow But Sure
  15. 2008 - Slank - The Big Hip
  16. 2008 - Anthem For The Broken Hearted

[sunting] Album Kompilasi

  1. 2003 - Bajakan!

[sunting] Album Live

  1. 1998 - Konser Piss 30 Kota
  2. 2001 - Virus Roadshow
  3. 2004 - Road to Peace

[sunting] Album Soundtrack

  1. 2007 - Original Soundtrack "Get Married"
  2. 2009 - Original Soundtrack Generasi Biru


[sunting] Penggemar

Slank adalah grup cinta damai dan pada kenyataanya Slank tidak saja berhasil merebut hati penggemar, tapi Slank juga telah berhasil membangkitkan semangat dan solidaritas dari sebuah generasi untuk punya sikap. Dan Slank memiliki kelompok penggemar yang fanatik dan kreatif, yang dikenal sebagai Slankers[2].

[sunting] Slank Fan Club

Slank Fan Club (SFC) adalah club resmi yang dibentuk oleh manajemen Slank untuk menampung para penggemar fanatik Slank.

Slankers Club yang merupakan wadah para Slankers terbentuk ketika Slank melakukan Konser Piss 30 kota pada tahun 1998. Bunda Iffet, sebagai manager Slank melihat komunitas Slankers yang sudah ada harus di berdayakan. Oleh sebab itu ketika Slank konser di Malang, sekumpulan Slankers itu di pangil oleh Bunda untuk di beri pengarahan. Tercetuslah ide Bunda untuk memberikan wadah untuk Slankers yang sekarang diberi nama Slank Fans Club.[5].

[sunting] Buletin Slank

Untuk menyampaikan informasi kepada para Slanker, Slank dan manajemennya memutuskan untuk membuat sebuah newsletter yang kemudian disebut dengan nama Buletin Slank. Buletin ini berisi jadual, kisah-kisah pendek perjalanan tur panggung slank dan sebagainya. Nama buletin sendiri dipakai sebagai simbol agar para slanker melingkari (buletin) jadwal kegiatan slank di kalender kegiatan mereka masing-masing.

Buletin Slank inilah yang kemudian berkembang menjadi Koran Slank.

[sunting] Koran Slank

Koran Slank diterbitkan pertama kali pada 10 Maret 2002.

[sunting] Catatan

  1. ^ a b c d e f g http://www.indonesiantunes.com/slank/profile/
  2. ^ a b c d http://slankercommunity.blogspot.com/2008/09/slank-born-1983.html
  3. ^ http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/05/09534345/bunda.iffet.slank.dan.narkoba
  4. ^ a b http://www.gatra.com/2002-03-21/artikel.php?id=16304 Slank: Tanpa Narkoba Bisa Hasilkan Karya Bagus
  5. ^ http://slankfansclub.com/home/about/ Profile Slank Fans Club Pusat

[sunting] Pranala Luar

Potensi Konflik Seusai Rekapitulasi Hasil Pemilu

kpu.go.id

Sejumlah materi dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum mengenai penetapan perolehan kursi dan penetapan calon terpilih mesti diperbaiki. Jika tidak, ketentuan itu akan berisiko memancing konflik dan sengketa pemilu pascarekapitulasi hasil Pemilu 2009.

Sejumlah kelemahan dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 tentang pedoman teknis penetapan perolehan kursi dan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota terpilih itu mengemuka dalam diskusi yang diadakan di Jakarta,

Sejumlah pembicara, seperti Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform Hadar N Gumay, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris, dan Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR Lukman Hakim Saifuddin, merinci sejumlah kelemahan yang berpotensi memicu konflik.

Salah satunya adalah ketentuan yang memungkinkan adanya pengundian jika terdapat partai politik yang memiliki suara sah atau sisa suara sah yang sama untuk memperebutkan sisa kursi terakhir. Menurut Lukman maupun Hadar, semestinya penentuan peraih kursi itu didasarkan pada sebaran perolehan suara. ”Ini kenapa tiba-tiba langsung diundi,” kata Lukman.

Syamsuddin Haris juga mempersoalkan ketentuan yang memungkinkan penetapan calon terpilih berdasarkan usul pimpinan pusat parpol dalam hal terdapat dua atau lebih calon anggota DPR memperoleh suara sah yang sama di sebuah daerah pemilihan tertentu. Ketentuan tersebut dinilai tidak sejalan dengan prinsip suara terbanyak dalam penetapan calon terpilih. Mestinya, penetapan calon terpilih didasarkan pada sebaran perolehan suara.

Jika tidak segera diperbaiki, kelemahan dalam Peraturan KPU No 15/2009 hanya akan meruncingkan konflik antara parpol dan calon anggota legislatifnya ataupun konflik antara KPU sebagai penyelenggara pemilu dan peserta pemilu. Padahal, dengan segala kerumitan teknis pemilu, semestinya KPU dapat meminimalkan potensi konflik dan sengketa pemilu.

Pembagian kursi

Secara terpisah, Wakil Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Arif Wibowo meminta KPU mengubah ketentuan pembagian kursi pada tahap kedua yang hanya menafikan kerja keras parpol yang perolehan suaranya melampaui bilangan pembagi pemilihan (BPP).

Jika ternyata tidak ada perubahan, PDI-P bersiap mengajukan uji materi terhadap Peraturan KPU tersebut ke Mahkamah Agung.

Arif menduga KPU berada dalam tekanan pihak tertentu saat menyusun ketentuan itu. Merujuk semangat dalam pembahasan RUU Pemilu, kursi tahap kedua diperebutkan oleh parpol yang meraih minimal 50 persen BPP, termasuk parpol yang perolehan suaranya melampaui BPP dan telah mendapat kursi pada tahap pertama. Jadi, mestinya acuannya adalah suara awal, bukan sekadar sisa suara.

Rabu, 01 April 2009

POLITIK SEBAGAI JANJI


Ingar- bingar janji membengkakan telinga kita belakangan ini, di negeri ini, selain musim hujan beneran, ada juga hujan janji datangnya lima tahun sekali, menjelang pemilu seperti saat saat ini, yang lebih pantas disebut musim kemarau pemenuhan janji.

persoalannya apakah keliru menempatkan politik sebagai janji ? bukankah seorang pemikir besar seperti jacques derrida, justru pernah berwacana janji merupakan mantra konstitutif politik sebagai " Demokrasi akan datang " democracy to came

karena dimensi janji tersebut politik mempunyai struktur messianik, mempunyai orientasi etis ekstratemporal untuk mengacu sehingga dapat melakukan penyempurnaan terus menerus dalam mengejawantahkan keadilan. seandainya tak terpenuhi, janji masih tetap merupakan mantra penting politik karena betapapun gagal, upaya upaya memenuhinya meninggalkan jejak janji tersebut meninggalkan jejak-jejak pergulatan etis wujudkan ke adilan.

JANJI IDEOLOGIS...?

keadilan sebagai janji politik lalu menjadi acuan ziarah artikulatif setiap keputusan politik sebagai tindak nilai. rangkaian tindak politik. rumah cita cita politik adalah ideologi, kebijakan parpol-parpol tak pernah jelas karena ketidakjelasan ideologi mereka, sungguh kesulitan besar untuk membedakan kebijakan mereka masing masing atas isu isu sentral di negeri ini.
Perubahan derastis kebijakan Amerika Serikat ( AS ) seharusnya menjadi pelajaran bagi kita mengenai arti sebuah " janji " ideologis.


NANGIS GA BISA NYONTERENG MAKANYA DAFTAR